Categories Edukasi Rumah Sandy

Halal bihalal, dalam Kacamata Psikologi dan Neurosains

Hai, sobat bulu burung semua~
Minal ‘Aidin wal-Faizin
Mohon maaf lahir dan batin~

Di momen yang berbahagia ini, mari kita saling memaafkan, atau melakukan halal bihalal, atas segala khilaf dan kesalahan yang mungkin pernah terjadi antara kita di masa silam.

Sebagai sebuah tradisi, halal bihalal adalah tradisi unik yang hanya ada di Indonesia. Kita tidak akan menemukannya di negara lain.

Tradisi ini kemungkinan besar dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah pada 1948. Ia lahir dari keinginan luhur untuk meredakan ketegangan politik pascakemerdekaan, yang pada kemudian hari, berkembang menjadi budaya di antara masyarakat Indonesia (Anonim, 2022).

Tidak hanya memberikan efek positif dalam hal interaksi sosial kemasyarakatan, halal bihalal juga bermanfaat bagi tubuh kita, ditinjau dari psikologi dan neurosains.

Dari perspektif neurologi, proses memaafkan tidak hanya sekadar keputusan emosional, tetapi juga sebuah mekanisme biologis yang melibatkan berbagai area otak dan hormon. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa memaafkan dapat menurunkan stres, meningkatkan kesejahteraan emosional, dan memperkuat kesehatan fisik (Priyambodo, 2023).

Di otak, perbuatan memaafkan atau halal bihalal dapat mempengaruhi beberapa bagiannya. Pengaruh yang diberikan kegiatan tersebut terhadap otak, yakni:

  • Penurunan aktivitas di amiglada

Saat seseorang benar-benar memaafkan, aktivitas di amiglada menurun secara signifikan. Ini berarti otak mengurangi respons terhadap stres dan ancaman sehingga tubuh menjadi lebih rileks dan tenang (Jusuf, 2014).

  • Peningkatan aktivitas di prefrontal cortex

Prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan regulasi emosi, menjadi lebih aktif ketika seseorang memaafkan. Ini memungkinkan individu untuk berpikir lebih rasional dan tidak terbawa emosi negatif yang berlebihan (Ginanjar, 2021).

  • Pelepasan hormon positif

Proses memaafkan memicu pelepasan oksitosin, hormon yang meningkatkan perasaan kasih sayang dan keterikatan sosial. Oksitosin membuat seseorang merasa lebih bahagia dan lebih mudah membangun kembali hubungan yang rusak (Handayani, 2019).

Selain itu, memaafkan juga meningkatkan serotonin dan dopamin, dua neurotransmiter yang berperan dalam mengatur suasana hati dan memberikan perasaan bahagia.

  • Penurunan kortisol dan dampak positif pada kesehatan fisik

Stres kronis akibat menyimpan dendam dapat menyebabkan peningkatan kadar kortisol, yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Dengan memaafkan, kadar kortisol menurun (Handayani, 2019), membuat tubuh lebih sehat dan mengurangi risiko penyakit tersebut.

Dengan mengetahui berbagai manfaat, utamanya dalam bidang psikologi dan neurosains, dalam memaafkan seseorang, semoga dapat membuat kita tidak hanya aktif dalam tradisi halal bihalal yang luhur ini, tetapi juga memaknainya secara lebih dalam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *